1.1.1. AL- GHAZALI
Imam Al-Ghazali Lahir pada 450 H (1058 M) di desa Taberan distrik Thus,
Persia, dan bernama Abu Hamid Muhammad, Gelarnya adalah "Hujjatul Islam"
dan gelar wangsanya adalah Ghazzali. Nama ayahnya kurang begutu dikenal
namun kakeknya adalah orang terpandang pada masanya.
Ayahnya meninggal dalam usia muda sehingga meninggalkan ia diasuh oleh
ibu dan kakeknya. Ghazzali disebut-sebut sebagai nama sebuah desa
distrik Thus, provinsi Khurasan, Persia. Menurut Maulana Syibli Nu'mani,
leluhur Abu Hamid Muhammad mempunyai usaha pertenunan (ghazzal) dan
karena itu dia melestarikan gelar keluarganya"Ghazzali"(penenun).
Pendidikannya, pada saatnya Ayahnya meninggal dunia, pendidikan kedua
anaknya dipercayakan kepada salah seorang kepercayaannya. Dia memberikan
keduanya pendidikan dasar lalu mengirimkan ke Maktab swasta. Kedua anak
tersebut mampu menghafal al-quran dalam waktu singkat. Setelah itu
mereka mulai belajar bahasa arab.
mereka kemudian dimasukan kedalam madrasah bebas [independen]. Setelah
beberapa waktu Ghazzali meninggalkan kota kelahirannya untuk beberapa
waktu untuk menempuh pendidikan tinggi di Zarzan dan belajar dibawah
bimbingan ulama besar, Imam Abu Nashr Ismail. Ghazzali senantiasa
mencatat perkuliahannya, tetapi dalam suatu peristiwa catatan tersebut
ikut terbawa bawa perampok bersama barang-barangnya. Tetepi beliau
memberikan diri untuk mendatangi kepala perampok untuk meminta kepada
mereka catatan kuliah beliau. Alhamdulillah catatanya tersebut
dikembalikan.
Kemudian beliau masuk ke Madrasah Nizamiyah di Nishapur, yang waktu itu
adalah pusat pendidikan terpandang dan dipimpin oleh ulama tersohor
bernama Imam Haramain, yang memiliki 400 orang murid tiga diantara
muridnya menjadi ulama-ulama terkenal, Harasi, Ahmad bin Muhammad dan
Ghazzali. Setelah kejadian itu Ghazzali pergi ke pusat kekhalifahan di
Bagdad saat itu usia Ghazzali berumur 28 tahun.
Di Bagdad beliau diangkat menjadi Rektor madrasah Nizamiyah oleh Nizamul Mulk.
Ratusan ulama,pejabat kekhalifahan, dan bangsawan yang berkuasa
menghadiri perkuliahan Imam Ghazzali yang disampaikan dengan penuh
pemikiran, argumen dan alasan. kebanyakan daftar perkuliahan dicatat
oleh Sayyid bin Fariz dan Ibn Lubban. keduanya mencatat sekitar 183
bahan perkuliahan yang kemudian dikumpulkan dalam Majalis-I Ghazzaliyah.
Imam Ghazzali adalah pengikut Imam Syafi'i dalam usia mudanya tetapi di
Bagdad dia bergaul dengan kalangan dari berbagai mazhab fiqh, pemikiran ,
dan gagasan : Syi'i, Sunni, Zindiqi, Majusi, Teolog sklolastik,
kristen, Yahudi, Ateis. Dan ini berpengaruh pada pemikiaran Imam Ghazali
dan pada kehidupannya berubah total. Ia meninggalkan Bagdad, mengenakan
pakaian sufi dan menyelinap meninggalkan Bagdad disuatu malam pada
tahun 488 H.
Ia pergi ke Damaskus lalu mengasingkan diri dalam sebuah kamar mesjid
dan dengan penuh kesungguhan melakukan ibadah, tafakur dan zikir. disini
dia mengabiskan waktu selama dua tahun dalam kesendirian dan kesunyian.
Pada usia 27 tahun, ia di tahbis oleh Pir Abu 'Ali Farnadi yang juga
guru spiritual Wazir Nizamul Mulk. setelah dua tahun, dipergi ke
Yerusalem dan berjiaran pada tempat kelahiran Nabi Isa As. pada tahun
499 H ia berjiarah ke tempat suci Nabi Ibrahim As dan disana dia
memancangkan tiga sumpah :
1. Tidak akan pergi ke Dardar seorang penguasa.
2. Tidak akan menerima pemberian mereka.
3. Tidak akan terlibat dalam suatu perdebatan agama.
Ia memegang sumpahnya hingga meninggalnya. Selanjutnya dia melakukan
ibadah Haji dan mengunjungi Madinah dan tinggal di "Kota Nabi" ini cukup
lama. Ketika pulang ia diminta penguasa untuk menjadi rektor Madrasah
Nizamiyah, tetapi sewaktu penguasa itu terbunuh maka dia meletakan
jabatannya sebagai rektor, penguasa yang baru menawarkan kembali, namun
beliau menolaknya.
Dia wafat di desa asalnya, Taberan, pada 14 Jumadil Akhir 505 H
bertepatan pada tanggal 9 Desember 1111 M, Ibn Jauzi menceritakan
tentang kisah kematiannya. Ia berkata "pada senin dini hari menjelang
subuh dia bangkit dari tempat tidurnya dan hendak menunaikan sholat
Shubuh dan kemundian setelah itu menyuruh seseorang untuk membawakan
kain kafan kepadanya, setelah kain itu diberikan, ia mengangkatnya
tinggi hingga ke mata lalu berkata, 'perintah Tuhan di titahkan untuk di
taati.' ketika mengatakan demikian ia bernafas untuk terakhir kalinya,
beliau meninggalkan seorang anak perempuan."
Adapun karya-karya beliau selama hidup hampir 55 tahun dan sudah memulai
menulis buku sejak usia 20 tahun. Buku yang beliau tulis hampir
berjumlah 400 judul.
1.2. Biografi AL-KINDI
1.2.1. AL-KINDI
Nama lengkapnya adalah Abu Yusuf Ya’qub bin Ishaq al-Kindi. Dia lahir di
Kufah, Irak, pada 801 M/185 H. Gelar al-Kindi dinisbatkan pada nama
suku Kindah di wilayah Arabia Selatan. Dari suku Kindah ini pula, lahir
seorang penyair besar bernama Imra`ul Qais (w. ± 540 M). Ayahnya, Ishaq,
adalah gubernur Kufah di masa pemerintahan al-Mahdi (775-785) dan
al-Rasyid (786-809).
Al-Kindi adalah filosof Arab pertama yang memelopori penerjemahan
sekaligus mengenalkan tulisan atau karya-karya para filosof Yunani di
dunia Islam, terutama pada abad pertengahan di masa pemerintahan
khalifah al-Ma`mun (813-833) yang mengundangnya untuk mengajar di Baitul
Hikmah. Al-Kindi hidup di masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah, mulai
dari khalifah al-Amin (809-813), al-Ma`mun (813-833), al-Mu’tashim
(833-842), al-Watsiq (842-847), dan al-Mutawakkil (847-861).
Al-Kindi hidup dalam atmosfer intelektualisme yang dinamis saat itu,
khususnya di Baghdad dan Kufah, yang berkembang beragam disiplin ilmu
pengetahuan: filsafat, geometri, astronomi, kedokteran, matematika, dan
sebagainya. Al-Kindi tidak hanya dikenal sebagai penerjemah, tetapi juga
menguasai beragam disiplin ilmu lainnya, seperti kedokteran,
matematika, dan astronomi.
Al-Kindi berhasil mengubah sekaligus mengembangkan beberapa istilah yang
menarik perhatian para filosof sesudahnya, seperti: kata al-jirm
menjadi al-jism; kata at-tawahhum (imaginasi) menjadi at-takhayyul; kata
at-thīnah menjadi al-māddah; dsb.
Ketika khalifah al-Mutawakkil memerintah, mazhab resmi negara (yang
sebelumnya menganut mazhab/aliran Mu’tazilah) diganti menjadi
Asy’ariyah. Dua orang putra Ibnu Syakir, Muhammad dan Ahmad, mencoba
menghasut al-Mutawakkil dengan mengatakan bahwa orang yang mempelajari
filsafat cenderung kurang hormat pada agama. Al-Mutawakkil kemudian
memerintahkan agar al-Kindi didera dan perpustakaannya yang bernama
Kindiyyah disita (meski kemudian dikembalikan). Al-Kindi meninggal pada
866 M/252H.
1.2.2. Ringkasan Pemikiran Filsafat.
Menurut al-Kindi, agama dan filsafat tidak mungkin bertentangan. Agama
di samping sebagai wahyu juga menggunakan akal, dan filsafat juga
menggunakan akal. [dari penulis] Di dalam al-Qur`an disebutkan,
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi serta pergantian malam
dan siang, terdapat tanda-tanda [āyāt] bagi kaum yang berakal; yaitu
mereka yang ber-dzikir dalam keadaan berdiri dan duduk dan mereka yang
ber-tafakkur dalam penciptaan langit dan bumi…” (Q.S. ). Yang benar
pertama (al-Haqq al-Awwal) adalah Tuhan. Dalam hal ini, filsafat juga
membahas soal Tuhan dan agama. Dan filsafat paling tinggi adalah
filsafat tentang Tuhan (seperti filsafat skolastik). Bagi al-Kindi,
orang yang menolak filsafat bisa dianggap kafir, karena dia telah jauh
dari kebenaran, meskipun dirinya menganggap paling benar.
Jika terjadi pertentangan antara nalar logika dengan dalil-dalil agama
dalam al-Qur`an, mestinya ditempuh dengan jalan ta`wīl (interpretasi,
kontekstualisasi, atau rasionalisasi atas teks-teks keagamaan). Hal ini
karena dalam bahasa (termasuk bahaa Arab), terdapat dua makna: makna
hakīkī (hakikat, esensi) dan makna majāzī (figuratif, metafora).
Namun demikian, menurut al-Kindi, memang terdapat perbedaan dari segi
sumber data (informasi) antara agama dan filsafat. Agama diperoleh
melalui wahyu tanpa proses belajar. Sedang filsafat diperoleh melalui
proses belajar (berpikir dan berkontemplasi). Sedang dari segi
pendekatan dan metode, agama dilakukan dengan pendekatan keimanan,
sedang filsafat dilakukan dengan pendekatan logika.
Al-Kindi juga menyinggung soal jiwa manusia. Menurutnya, jiwa tidak
tersusun, substansinya adalah ruh yang berasal dari substansi Tuhan.
Dalam hal jiwa, al-Kindi lebih dekat dengan pandangan Plato yang
mengatakan bahwa hubungan antara jiwa dan badan bercorak accidental
(al-‘aradh). Al-Kindi berbeda dari Aristoteles yang berpendapat bahwa
jiwa adalah form dari badan.
Menurut al-Kindi, jiwa memiliki 3 daya:
1) jiwa bernafsu (al-quwwah asy-syahwāniyyah);
2) jiwa memarah (al-quwwah al-ghadhabiyyah); dan
3) jiwa berakal (al-quwwah al-‘āqilah).
Selama ruh (jiwa) berada di badan, ia tidak akan menemukan kebahagiaan
hakiki dan pengetahuan sempurna. Setelah bepisah dari badan dan dalam
keadaan suci, ruh akan langsung pergi ke “alam kebenaran” atau “alam
akal” di atas bintang-bintang, berada dilingkungan cahaya Tuhan dan
dapat melihat-Nya. Di sinilah letak kesenangan hakiki ruh. Namun jika
ruh itu kotor, ia akan pergi terlebih dahulu ke bulan, lalu ke Merkuri,
Mars, dan seterusnya hingga Pluto; kemudian terakhir akan menetap ke
dalam “alam akal” di lingkungan cahaya Tuhan. Di sanalah jiwa akan kekal
abadi di bawah cahaya Tuhan. Bagi yang berbuat durhaka dan kejahatan di
dunia, jiwa (ruh) manusia akan jauh dari cahaya Tuhan sehingga dia akan
sengsara. Bagi manusia yang berbuat kebajikan, jiwa (ruh) yang
dikandungnya dahulu ketika di bumi, akan dekat dengan cahaya Tuhan dan
akan hidup bahagia di sisi-Nya.
Demikian sekilas tentang al-Kindi, filosof muslim pertama yang telah
berjasa memberi tansformasi intelektual bagi umat Islam dan peradaban
manusia. Semoga ringkasan ini bisa memberi ‘warna lain’ bagi pencerahan
intelektual dan kedewasaan dalam berpikir, bersikap, dan berperilaku.
1.3. Biografi IBNU KHALDUN
1.3.1. IBNU KHALDUN
Nama lengkap Ibnu Khaldun adalah Abdurrahman Abu Zaid Waliuddin bin
Khaldun. Nama kecilnya Abdurrahman. Nama panggilnya Abu Zaid; gelarnya
Waliuddin, dan nama populernya Ibnu Khaldun. (Ali Abdul Wahid Wafi’,
1985:5) Ibnu Khaldun dikenal dengan Ibnu Khaldun karena dihubungkan
dengan garis keturunan kepada kakeknya yang kesembilan, yaitu Khalid bin
Utsman, dan dia adalah orang pertama dari marga ini yang memasuki
negeri Andalusia bersama para penakluk berkebangsaan Arab. Dia dikenal
dengan nama Khaldun sesuai dengan kebiasaan orang-orang Andalusia dan
orang-orang Maghribi, yang terbiasa menambahkan huruf wawu ( و) dan nun (
ن) di belakang nama-nama orang terkemuka sebagai penghormatan dan
takzim, seperti Khalid menjadi Khaldun.
Ibnu Khaldun di lahirkan di Tunisia pada awal Ramadhan tahun 732 H, atau
tepatnya pada 27 Mei 1333. Rumah tempat kelahirannya masih utuh hingga
sekarang yang terletak di jalan Turbah Bay. Dalam beberapa tahun
terakhir ini rumah tersebut menjadi pusat sekolah Idarah ‘Ulya, yang
pada pintu masuknya terpampang sebuah batu manner berukirkan nama dan
tanggal kelahiran Ibnu Khaldun.
Bani Khalduniyah di Andalusia memainkan peran yang cukup menonjol, baik
dalam bidang ilmu pengetahuan maupun politik. Setelah menetap di
Carmona, kemudian mereka pindah ke Sevilla, dikarenakan situasi politik
di Andalusia yang mengalami kekacauan, baik karena perpecahan di
kalangan Muslim maupun karena serangan pihak Kristen di Utara, maka Banu
Khaldun pindah lagi ke Afiika Utara. Al- Hasan Ibn Jabir adalah nenek
moyang Ibnu Khaldun yang mula-mula datang ke Afiika Utara, di mana Ceuta
merupakan kota pertama kali yang mereka pijak, sebelum pindah ke Tunis
pada tahun 1223. (Toto Suharto, 2003:33)
Di Tunis, di tempat barunya, Banu Khaldun tetap memainkan peran penting.
Muhammad Ibn Muhammad, kakek Ibnu Khaldun, adalah seorang ‘hajib’,
kepala rumah tangga istana dinasti Hafsh. la sangat dikagumi dan
disegani di kalangan istana, berkali-kali Amir Abu Yahya al-Lihyani (711
H), pemimpin dinasti al-Muwahhidun yang telah menguasai bani Hafz di
Tunis, menawarkan kedudukan yang lebih tinggi kepada Muhammad Ibn
Muhammad, tetapi tawaran itu ditolaknya, pada akhir hayatnya, kakek Ibnu
suka menekuni ilmu-ilmu keagamaan hingga wafatnya pada 1337 M.
Dari latar belakang keluarganya yang banyak bergerak dalam bidang
politik dan pengetahuan seperti inilah Ibnu Khaldun dilahirkan di
Tunisia pada awal Ramadhan 732 H. Menurut perhitungan para sejarawan,
hal ini bertepatan dengan 27 Mei 1333 M. Kondisi keluarga seperti itu
kiranya telah berperan dominan dalam membentuk kehidupan Ibnu Khaldun.
Dunia politik dan ilmu pengetahuan telah begitu menyatu dalam diri Ibnu
Khaldun. Ditambah lag! kecerdasan otaknya juga berperan bagi
pengembangan karirnya. (Toto Suharto, 2003:34)
Secara detail perjalanan hidup Ibnu Khaldun akan dipaparkan dalam tiga fase, yaitu:
1.3.1.1. Fase pertama; Masa Pendidikan
Fase pertama ini dilalui Ibnu Khaldun di Tunis dalam jangka waktu 18
tahun, yaitu antara tahun 1332-1350 M. Seperti halnya tradisi kaum
Muslim pada waktu itu, ayahnya adalah guru pertamanya yang telah
mendidiknya secara tradisional, mengajarkan dasar-dasar agama Islam. Di
samping ayahnya, Ibnu Khaldun juga mempelajari berbagai disiplin ilmu
pengetahuan dari para gurunya di Tunis. Tunis pada waktu itu merupakan
pusat para ulama dan sastrawan, tempat berkumpulnya para ulama Andalusia
yang lari menuju Tunis akibat berbagai peristiwa politik. Seperti
halnya Toto Suharto, menukilkan dari Fathiyah Hasan Slaiman bahwa
disebutkan beberapa gurunya yang berjasa dalam perkembangan
intelektualnya. Di antaranya adalah Abu Abdillah Muhrnas Ibn Sa’ad
al-Anshari dan Abu al-Abbas Ahmad ibn Muhammad al-Bathani dalam qira’at;
Abu Abdillah Ibn al-Qashar dalam ilmu gramatika Arab; Abu ‘Abdillah
Muhammad Ibn Bahr dan Abu Abdillah Ibn Jabir al-Wadiyasyi dalam sastra;
Abu Abdillah al-Jayyani dan Abu Abdillah ibn Abd al-Salam dalam ilmu
fiqh; dan masih banyak lagi gurunya. Walaupun dia mempunyai banyak guru
dan mempelajari berbagai disiplin ilmu, pendidikan yang diperoleh Ibnu
Khaldun sangatlah mendalam dan terkesan dalam dirinya.
Dilihat dengan banyaknya disiplin ilmu yang dipelajari oleh Ibnu Khaldun
pada masa mudanya, dapat diketahui bahwa beliau memiliki kecerdasan
otak yang luar biasa. Hal ini menunjukkan bahwa Ibnu Khaldun adalah
orang yang memiliki ambisi tinggi, yang tidak puas dengan satu disiplin
ilmu saja. Pengetahuan begitu luas dan bervariasi. Hal ini merupakan
kelebihan yang sekaligus juga merupakan kekurangannya.
1.3.1.2. Fase kedua; Aktifitas Politik Praktis
Fase kedua dilalui Ibnu Khaldun dalam berbagai tempat seperti di Fez,
Granada, Baugie, Biskara dan lain-lain, dalam jangka waktu 32 tahun
antara 1350-1382 M. Karir pertama Ibnu Khaldun dalam bidang pemerintahan
adalah sebagai Sahib al-Alamah (penyimpan tanda tangan), pada
pemerintahan Abu Muhammad Ibn Tafrakhtn di Tunis dalam usia 20 tahun.
(Mukti Ali, 1970:17)
Awal karir ini hanya dijalani Ibnu Khaldun selama kurang lebih 2 tahun,
kemudian ia berkelana menuju Biskara karena pada tahun 1352 M Tunis
diserang dan dikuasai oleh Amir Abu Za’id, penguasa Konstantin sekaligus
cucu Sultan Abu Yahya al-Hafsh. Pada waktu Abu Inan menjadi raja
Maroko, Ibnu Khaldun mencoba mendekatinya demi mempromosikan dirinya ke
posisi yang lebih tinggi. Sultan Abu Inan bahkan beliau mengangkatnya
sebagai sekretaris kesultanan di Fez, Maroko. Di kota inilah Ibnu
Khaldun memulai karirnya dalam dunia politik praktis, yaitu pada tahun
1354 M.
Selama 8 tahun tinggal di Fez, banyak perilakuperilaku politik yang dia
lakukan. Sehingga belum lama menjabat sebagai sekretaris kesultanan, ia
dicurigai oleh Abu ‘Inan sebagai pengkhianat bersama pangeran Abu
‘Abdillah Muhammad dari bani Hafsh yang berusaha melakukan satu
komplotan politik. Iklim politik yang penuh intrik menyebabkan Ibnu
Khaldun meninggalkan Afrika Utara dan demi karirnya sebagai politikus
dan pengamat, akhirnya ia memantapkan pergi ke Spanyol dan sampai di
Granada pada tanggal 26 Desember 1362 M.
Ibnu Khaldun diterima baik oleh raja Granada, Abu Abdillah Muhammad ibn
Yusuf. Setahun setelah itu Ibnu Khaldun diangkat menjadi duta ke istana
raja Pedro El Cruel, raja Kristen Castilla di Sevilla, sebagai seorang
diplomat yang ditugaskan untuk mengadakan perjanjian perdamaian antara
Granada dan Sevilla. Karena keberhasilannya, raja V memberi Ibnu Khaldun
tempat dan kedudukan yang semakin penting di Granada. Hal ini
menimbulkan kecemburuan di lingkungan kerajaan, akhirnya beliau
memutuskan untuk kembali ke Afrika Utara.
Setelah malang-melintang dalam kehidupan politik praktis, naluri
kesarjanaannya memaksanya memasuki tahapan baru dari kehidupannya yaitu
ber-khalwat. Dalam masa khalwat dari tahun 1374-1378 itu, beliau
menyelesaikan karya al-Muqaddimah yang populer dengan sebutan Muqadimah
Ibnu Khaldun, sebuah karya yang seluruhnya berdasarkan penelitian yang
baik. Pada tahun 178 M, selanjutnya beliau meninggalkan Qal’at menuju
Tunis. Di Tunis beliau mendapatkan tugas menuju Makkah 24 Oktober 1382
untuk ibadah haji dan singgah di Kairo. Sampai di sini, berakhirlah
petualangan Ibnu Khaldun dalam intrik-intrik politik yang kadang
membuatnya menjadi seorang oportunis.
1.3.1.3. Fase ketiga: Aktivitas Akademis dan Kehakiman
Masa ini merupakan fase terakhir dari tahapan perjalanan Ibnu Khaldun,
fase ini dihabiskan di Mesir kurang lebih 20 tahun antara 1382-1406 M.
Tiba di Kairo, Mesir pada 06 Januari 1983. Pada masa ini dinasti Mamluk
sedang berkuasa. Kemajuan peradaban dan stabilitas politik saat itu
menjadikan Ibnu Khaldun lebih tertarik dan karyanya al-Muqaddimah
merupakan magnum opus atau kedatangan karyanya lebih dahulu daripada
pengarangnya sehingga kedatangannya disambut gembira dikalarigan
akademisi, disinilah tugas barunya sebagai seorang pengajar dilakukan
Ibnu Khaldun. Ibnu Khaldun memberi kuliah di lembaga-lembaga pendidikan
Mesir, seperti Universitas al-Azhar, Sekolah Tinggi Hukum Qamhiyah,
Sekolah Tinggi Zhahiriyyah dan sekolah tinggi Sharghat Musyiyyah.
Mata kuliah yang disampaikan adalah fiqih, hadis dan beberapa teori
tentang sejarah sosiologi yang telah ditulisnya dalam Muqadimah. Selain
berjuang dalam dunia akademik, Ibnu Khaldun juga melakukan kegiatan yang
berkaitan dengan dunia hukum. ( Munawir Syadzali, 1993:97)
Pada tanggal 8 Agustus 1384 M, Ibnu Khaldun diangkat oleh Sultan Mesir,
al-Zhahir Barqa, sebagai hakim Agung Madzab Maliki pada mahkamah Mesir,
jabatan yang diemban dengan penuh antusias ini dimanfaatkan oleh Ibnu
Khaldun untuk melakukan reformasi hukum. la berupaya membasmi tindak
korupsi dan hal-hal yang tidak beres lainnya di Mahkamah tersebut. Akan
tetapi, reformasi ini ternyata membuat orang-orang yang merasa dirugikan
menjadi marah dan dengki. Mereka kemudian berusaha memfitnah Ibnu
Khaldun dengan berbagai tuduhan, sehingga ia dicopot dari jabatan ini
setelah satu tahun memangkunya. Fitnah yang dialamatkan kepada Ibnu
Khaldun sebenarnya tidak dapat dibuktikan, tetapi ia tetap bersikeras
untuk mengundurkan diri dari jabatan tersebut Pada tahun 1387 M Ibnu
Khaldun melaksanakan ibadah haji kemudian dia diangkat lagi sebagai
hakim agung Mahkamah Mesir oleh Sultan Mesir Nashir Faraj, putera Sultan
Burquq. Pada masa ini, Ibnu Khaldun sempat berkunjung ke Damaskus dan
Palestina dalam rangka mempertahankan Mesir dari serangan Mongol. Dan
pertemuan selama 35 hari di Damaskus, Syria merupakan peristiwa penting
terakhir bagi Ibnu Khaldun dalam perjalanan hidupnya yang penuh
ketegangan, penderitaan di balik kesuksesanya. Setelah itu ia
melanjutkan profesinyasebagai hakim Agung Madzab Maliki hingga wafatnya
pad tanggal 16 Maret 1406 M (26 Ramadhan 808 H) dalam usia 74 tahun di
Mesir, jenazahnya dimakamkan di pemakaman para sufi di luar Bab
al-Nashir, Kairo. ( Munawir Syadzali, 1993:95)
1.4. Biografi IBNU SINA
1.4.1. IBNU SINA
Nama lengkap Ibnu Sina adalah Abu Ali Husain Ibn Abdillah Ibn Sina. Ia
lahir pada tahun 980 M di Asfshana, suatu tempat dekat Bukhara. Orang
tuanya adalah pegawai tinggi pada pemerintahan Dinasti Saman.Di Bukhara
ia dibesarkan serta belajar falsafah kedokteran dan ilmu - ilmu agama
Islam. Ketika usia sepuluh tahun ia telah banyak mempelajari ilmu agama
Islam dan menghafal Al-Qur’an seluruhnya. Dari mutafalsir Abu Abdellah
Natili, Ibnu Sina mendapat bimbingan mengenai ilmu logika yang elementer
untuk mempelajari buku Isagoge dan Porphyry, Euclid dan
Al-Magest-Ptolemus. Dan sesudah gurunya pindah ia mendalami ilmu agama
dan metafisika, terutama dari ajaran Plato dan Arsitoteles yang murni
dengan bantuan komentator - komentator dari pengarang yang otoriter dari
Yunani yang sudah diterjemahkan kedalam bahasa Arab.
Dengan ketajaman otaknya ia banyak mempelajari filsafat dan cabang -
cabangnya, kesungguhan yang cukup mengagumkan ini menunjukkan bahwa
ketinggian otodidaknya, namun di suatu kali dia harus terpaku menunggu
saat ia menyelami ilmu metafisika-nya Arisstoteles, kendati sudah 40 an
kali membacanya. Baru setelah ia membaca Agradhu kitab ma waraet
thabie’ah li li Aristho-nya Al-Farabi (870 - 950 M), semua persoalan
mendapat jawaban dan penjelasan yang terang benderang, bagaikan dia
mendapat kunci bagi segala simpanan ilmu metafisika. Maka dengan tulus
ikhlas dia mengakui bahwa dia menjadi murid yang setia dari Al-Farabi
Sesudah itu ia mempelajari ilmu kedokteran pada Isa bin Yahya, seorang
Masehi. Belum lagi usianya melebihi enam belas tahun, kemahirannya dalam
ilmu kedokteran sudah dikenal orang, bahkan banyak orang yang
berdatangan untuk berguru kepadanya. Ia tidak cukup dengan teori - teori
kedokteran, tetapi juga melakukan praktek dan mengobati orang - orang
sakit.Ia tidak pernah bosan atau gelisah dalam membaca buku - buku
filsafat dan setiap kali menghadapi kesulitan, maka ia memohon kepada
Tuhan untuk diberinya petunjuk, dan ternyata permohonannya itu tidak
pernah dikecewakan. Sering - sering ia tertidur karena kepayahan
membaca, maka didalam tidurnya itu dilihatnya pemecahan terhadap
kesulitan - kesulitan yang dihadapinya.
Sewaktu berumur 17 tahun ia telah dikenal sebagai dokter dan atas
panggilan Istana pernah mengobati pangeran Nuh Ibn Mansur sehingga pulih
kembali kesehatannya. Sejak itu, Ibnu Sina mendapat sambutan baik
sekali, dan dapat pula mengunjungi perpustakaan yang penuh dengan buku -
buku yang sukar didapat, kemudian dibacanya dengan segala keasyikan.
Karena sesuatu hal, perpustakaan tersebut terbakar, maka tuduhan orang
ditimpakan kepadanya, bahwa ia sengaja membakarnya, agar orang lain
tidak bisa lagi mengambil manfaat dari perpustakaan itu .Kemampuan Ibnu
Sina dalam bidang filsafat dan kedokteran, kedua duanya sama beratnya.
Dalam bidang kedokteran dia mempersembahkan Al-Qanun fit-Thibb-nya,
dimana ilmu kedokteran modern mendapat pelajaran, sebab kitab ini selain
lengkap, disusunnya secara sistematis.
Dalam bidang materia medeica, Ibnu Sina telah banyak menemukan bahan
nabati baru Zanthoxyllum budrunga - dimana tumbuh - tumbuhan banayak
membantu terhadap bebebrapa penyakit tertentu seperti radang selaput
otak (miningitis).
Ibnu Sina pula sebagai orang pertama yang menemukan peredaran darah
manusia, dimana enam ratus tahun kemudian disempurnakan oleh William
Harvey. Dia pulalah yang pertama kali mengatakan bahwa bayi selama masih
dalam kandungan mengambil makanannya lewat tali pusarnya.
Dia jugalah yang mula - mula mempraktekkan pembedahan penyakit -
penyakit bengkak yang ganas, dan menjahitnya. Dan last but not list dia
juga terkenal sebagai dokter ahli jiwa dengan cara - cara modern yang
kini disebut psikoterapi.
Dibidang filsafat, Ibnu Sina dianggap sebagai imam para filosof di
masanya, bahkan sebelum dan sesudahnya. Ibnu Sina otodidak dan genius
orisinil yang bukan hanya dunia Islam menyanjungnya ia memang merupakan
satu bintang gemerlapan memancarkan cahaya sendiri, yang bukan pinjaman
sehingga Roger Bacon, filosof kenamaan dari Eropa Barat pada Abad
Pertengahan menyatakan dalam Regacy of Islam-nya Alfred Gullaume;
“Sebagian besar filsafat Aristoteles sedikitpun tak dapat memberi
pengaruh di Barat, karena kitabnya tersembunyi entah dimana, dan
sekiranya ada, sangat sukar sekali didapatnya dan sangat susah dipahami
dan digemari orang karena peperangan - peperangan yang meraja lela di
sebeleah Timur, sampai saatnya Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd dan juga
pujangga Timur lain membuktikan kembali falsafah Aristoteles disertai
dengan penerangan dan keterangan yang luas.”
Selain kepandaiannya sebagai flosof dan dokter, iapun penyair. Ilmu -
ilmu pengetahuan seperti ilmu jiwa, kedokteran dan kimia ada yang
ditulisnya dalam bentuk syair. Begitu pula didapati buku - buku yang
dikarangnya untuk ilmu logika dengan syair.
Kebanyakan buku - bukunya telah disalin kedalam bahasa Latin. Ketika
orang - orang Eropa diabad tengah, mulai mempergunakan buku - buku itu
sebagai textbook, dipelbagai universitas. Oleh karena itu nama Ibnu Sina
dalam abad pertengahan di Eropah sangat berpengaruh.
Dalam dunia Islam kitab - kitab Ibnu Sina terkenal, bukan saja karena
kepadatan ilmunya, akan tetapi karena bahasanya yang baik dan caranya
menulis sangat terang. Selain menulis dalam bahasa Arab, Ibnu Sina juga
menulis dalam bahasa Persia. Buku - bukunya dalam bahasa Persia, telah
diterbitkan di Teheran dalam tahun 1954.
Karya - karya Ibnu Sina yang ternama dalam lapangan Filsafat adalah
As-Shifa, An-Najat dan Al Isyarat. An-Najat adalah resum dari kitab
As-Shifa. Al-Isyarat, dikarangkannya kemudian, untuk ilmu tasawuf.
Selain dari pada itu, ia banyak menulis karangan - karangan pendek yang
dinamakan Maqallah. Kebanyakan maqallah ini ditulis ketika ia memperoleh
inspirasi dalam sesuatu bentuk baru dan segera dikarangnya.
Sekalipun ia hidup dalam waktu penuh kegoncangan dan sering sibuk dengan
soal negara, ia menulis sekitar dua ratus lima puluh karya. Diantaranya
karya yang paling masyhur adalah “Qanun” yang merupakan ikhtisar
pengobatan Islam dan diajarkan hingga kini di Timur. Buku ini
dterjemahkan ke baasa Latin dan diajarkan berabad lamanya di Universita
Barat. Karya keduanya adalah ensiklopedinya yang monumental “Kitab
As-Syifa”. Karya ini merupakan titik puncak filsafat paripatetik dalam
Islam.
Ibnu Sina dikenal di Barat dengan nama Avicena (Spanyol aven Sina) dan
kemasyhurannya di dunia Barat sebagai dokter melampaui kemasyhuran
sebagai Filosof, sehingga ia mereka beri gelar “the Prince of the
Physicians”. Di dunia Islam ia dikenal dengan nama Al-Syaikh- al-Rais.
Pemimpin utama (dari filosof - filosof).
Meskipun ia di akui sebagai seorang tokoh dalam keimanan, ibadah dan
keilmuan, tetapi baginya minum – minuman keras itu boleh, selama tidak
untuk memuaskan hawa nafsu. Minum – minuman keras dilarang karena bias
menimbulkan permusuhan dan pertikaian, sedangkan apabila ia minum tidak
demikian malah menajamkan pikiran.
Didalam al-Muniqdz min al-Dhalal, al-Ghazali bahwa Ibnu Sina pernah
berjanji kepada Allah dalam salah satu wasiatnya, antara lain bahwa ia
akan menghormati syari’at tidak melalaikan ibadah ruhani maupun jasmani
dan tidak akan minum – minuman keras untuk memuaskan nafsu, melainkan
demi kesehatan dan obta.
Kehidupan Ibnu Sina penuh dengan aktifitas -aktifitas kerja keras.
Waktunya dihabiskan untuk urusan negara dan menulis, sehingga ia
mempunyai sakit maag yang tidak dapat terobati. Di usia 58 tahun (428 H /
1037 M) Ibnu Sina meninggal dan dikuburkan di Hamazan.
1.5. Biografi IBNU RUSYD
1.5.1. IBNU RUSYD
Abul Wali Muhammad bin Ahmad bin Rusyd lahir di Cordova tahun 520 H. Ia
berasal dari keluarga besar yang terkenal dengan keutamaannya dan
mempunyai kedudukan tinggi di Andalusia, Spanyol. Ayahnya adalah seorang
hakim dan neneknya yang terkenal dengan sebutan Ibnu Rusyd -Nenek-
(ad-Djadd) adalah kepala hakim di Cordova.
Pada mulanya Ibnu Rusyd mendapat kedudukan yang baik dari Khalifah Abu
Yusuf al-Mansur (masa kekuasaannya 1184-1194 M), sehingga pada waktu itu
Ibnu Rusyd menjadi raja semua pikiran, tidak ada pendapat kecuali
pendapatnya, dan tidak ada kata-kata kecuali kata-katanya. Akan tetapi,
keadaan tersebut segera berubah karena ia di-persona non grata-kan oleh
al-Manshur dan dikurung di suatu kampung Yahudi bersama Alisanah sebagai
akibat fitnahan dan tuduhan telah keluar dari Islam yang dilancarkan
oleh golongan penentang filsafat, yaitu para fuqaha masanya.Setelah
beberapa orang terkemuka dapat meyakinkan al-Manshur tentang kebersihan
diri Ibnu Rusyd dari fitnahan dan tuduhan tersebut, baru ia dibebaskan.
Akan tetapi, tidak lama kemudian fitnahan dan tuduhan dilemparkan lagi
pada dirinya, dan termakan pula. Sebagai akibatnya, kali ini ia
diasingkan ke Negeri Maghribi (Maroko), buku-buku karangannya dibakar
dan ilmu filsafat tidak boleh lagi dipelajari. Sejak saat itu
murid-muridnya bubar dan tidak berani lagi menyebut-nyebut namanya.
1.5.2. Karya-karya Ibnu Rusyd
Karya tulis Ibnu Rusyd yang masih dapat kita temukan adalah sebagai berikut :
1.5.2.1. Fasl al-Maqal fi ma bain al-Hikmat wa al-Syari’ah min al-Ittishal, berisikan korelasi antara agama dan filsafat.
1.5.2.2. Al-Kasyf ‘an Manahij al-Adillat fi ‘Aqa’id al-Millat, berisikan kritik terhadap metode para ahli ilmu kalam dan sufi.
1.5.2.3. Tahafut al-Tahafut, berisikan kritikan terhadap karya al-Ghazali yang berjudul Tahafut al-Falasifat
1.5.2.4. Bidayat al-Mujtahid wa Nihayat al-Muqtashid, berisikan uraian-uraian di bidang fiqh.
1.5.3. Pemikiran Ibnu Rusyd
1.5.3.1. Faktor Logika
Ibnu Rusyd adalah seorang filsuf yang lebih mementingkan akal daripada
perasaan (emosi dan sentimen). Segala persoalan agama Islam baginya
harus dipecahkan dengan kekuatan akal pikiran. Di dalam kitabnya, Fashul
Maqal……, Ibnu Ruysd menandaskan bahwa logika harus dipakai sebagai
dasar segala penilaian tentang kebenaran. Dalam mempelajari agama, orang
harus belajar memikirkannya secara logika. Akan tetapi, di samping
mementingkan logika itu, Ibnu Rusyd juga mengkritik pada kelemahan akal
manusia sendiri dalam memecahkan masalah yang gaib dan aneh yang
berhubungan dengan agama.
Mengenai tujuan agama sendiri, Ibnu Rusyd mengatakan bahwa pokok tujuan
syariat Islam yang sebenarnya ialah pengetahuan yang benar dan amal
perbuatan yang benar (al-ilmulhaq wal-amalul-haq).
Mengenai pengetahuan, menurut Ibnu Rusyd maksudnya untuk mengetahui dan
mengerti tentang adanya Allah Ta’ala serta segala alam maujudat ini pada
hakikatnya yang sebenarnya memaklumi dengan sebenarnya apa maksud
syariat itu, dan mengerti pula apa sebenarnya yang dihendaki dengan
pengertian kebahagiaan di akhirat (surga) dan kecelakaan di akhirat
(neraka).
Maksud amal yang benar adalah mengerjakan amal perbuatan yang memberikan
faedah kebahagiaan dan menjauhkan pekerjaan-pekerjaan yang akan
mengakibatkan penderitaan. Mengetahui tentang amal perbuatan seperti
inilah yang dinamakannya ilmu yang praktis (al-ilmul-amaliah).
1.5.3.2. Filsafat Ibnu Rusyd
Filsafat Ibnu Rusyd sangat menggemparkan dan mempengaruhi alam pikiran
dunia pada waktu itu. Di dunia Islam hanya berkat kekuatan ahli sunnah
yang telah dibentengi oleh al-Asy’ari dan al-Ghazali saja filsafat Ibnu
Rusyd tidak dapat mempengaruhi dunia pikiran pada waktu itu. Akan
tetapi, di Eropa ternyata pikiran teologi Kristen Ortodoks, Agustinisme,
dan ulama-ulama skolastik Latin tidak dapat mempertahankan diri dari
pengaruh “Averroisme” ini. Ternyata bagaimana banyaknya bentuk yang
timbul dalam periode skolastik tinggi (1200-1300) kelak, setelah
pendapat-pendapat Ibnu Rusyd dengan Aristoteles membanjiri alam pikiran
Eropa.
Yang terpenting di antara problem-problem filsafat Ibnu Rusyd yang sangat menarik perhatian umum ialah :
a. Tentang pengetahuan Tuhan terhadap soal-soal Juziyat
Ibnu Rusyd mengemukakan pendapat Aristoteles yang sangat disetujuinya.
Aristoteles berpendapat bahwa Tuhan tidaklah mengetahui soal-soal
juziyat. Halnya sama seperti seorang kepala negara yang tidak mengetahui
soal-soal kecil di daerahnya.Pendapat Aristoteles itu didasarkan atas
suatu argumen sebagai berikut: Yang menggerakkan itu, yakni Tuhan
al-Mukharrik, merupakan akal yang murni, bahkan merupakan akal yang
setinggi-tingginya. Oleh karena itu, pengetahuan dari akal yang tinggi
itu haruslah merupakan pengetahuan yang tertinggi pula agar ada
persesuaian antara yang mengetahui dan yang diketahui. Dan karena itu
pula tidak mungkin Tuhan mengetahui selain zat-Nya sendiri. Sebab tidak
ada suatu zat lain yang sama luhurnya dengan zat Tuhan.
Sesuatu yang diketahui Tuhan menjadi sebab untuk adanya pengetahuan
Tuhan. Jadi, kalau Tuhan mengetahui pula hal-hal yang kecil-kecil
(juziyat), maka itu berarti bahwa pengetahuan Tuhan itu disebabkan oleh
hal-hal yang kurang sempurna.
b. Tentang terjadinya alam maujudat dan perbuatannya
Ibnu Rusyd yang menarik perhatian orang ialah : Bagaimanakah terjadinya alam maujudat ini dan amal perbuatannya?
Bagi golongan agama jawabannya sudah jelas. Mereka mengatakan bahwa
semua itu adalah ciptaan Tuhan. Semua benda atau peristiwa, baik besar
ataupun kecil, Tuhanlah yang menciptakannya dan memeliharanya (rabbil
‘alamin), setiap saat tak pernah lupa dan tak pernah lalai.
Sebaliknya, bagi golongan filsafat menjawab persoalan itu harus ditinjau
dari dengan akal pikiran. Di antara mereka ada yang menyimpulkan bahwa
materi itu azali, tanpa permulaan terjadinya. Dan perubahan materi itu
menjadi benda-benda lain yang beraneka macam terdapat di dalam kekuatan
yang ada di dalam maksud itu sendiri secara otomatis. Artinya tidak
langsung dari Tuhan.
c. Tentang keazalian dan keabadian alam
Ibnu Rusyd mengemukakan bahwa alam ini azali tanpa permulaan. Dengan
demikian berarti bahwa bagi Ibnu Rusyd ada dua hal yang azali, yaitu
Tuhan dan alam kita ini. Hanya saja bagi Ibnu Rusyd keazalian Tuhan itu
berbeda dari keazalian alam, sebab keazalian Tuhan lebih utama dari
keazalian alam.
d. Tentang gerak dan keazalianya
Ibnu Rusyd mengatakan bahwa meskipun Tuhan adalah sebab atau penggerak
yang pertama, Dia hanyalah menciptakan gerakan pada akal yang pertama
saja, sedangkan gerakan-gerakannya selanjutnya (peristiwa-peristiwa di
dunia ini) disebabkan oleh akal-akal selanjutnya. Dengan demikian,
menurut Ibnu Rusyd, tidaklah dapat dikatakan adanya pimpinan langsung
dari Tuhan terhadap peristiwa-peristiwa di dunia.
e. Tentang akal yang universal dan satu
Menurut Ibnu Rusyd, akal itu (seperti yang dimaksud oleh al-Farabi dan
Ibnu Sina) adalah satu dan universal. Maksudnya bukan saja “akal yang
aktif” (active intellect, al-aqlul fa’al) adalah esa dan universal,
tetapi juga “akal kemungkinan”, yakni akal reseptif (al-qalu
bil-quwwah), adalah esa dan universal, sama dan satu bagi semua orang.
1.5.4. Tentang Moral
Ibn Rusyd membenarkan teori Plato bahwa manusia adalah makhluk sosial
yang membutuhkan kerjasama untuk memenuhi keperluan hidup dan mencapai
kebahagiaan. Dalam merealisasikan kebahagiaan yang merupakan tujuan
akhir bagi manusia, diperlukan bantuan agama yang akan meletakkan
dasar-dasar keutamaan akhlak secara praktis, juga bantuan filsafat yang
mengajarkan keutamaan teoritis, untuk itu diperlukan kemampuan
berhubungan dengan akal aktif.
BAB II. KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN
2.1. KESIMPULAN
2.1.1. Menurut Al-Ghazali hubungan jiwa dan jasad dari segi moral
adalah, setiap jiwa diberi jasad, sehingga dengan bantuannya jiwa bisa
mendapatkan bekal bagi hidup kekalnya.jiwa merupakan inti hakiki manusia
dan jasad hanyalah alat baginya untuk mencari bekal dan kesempurnaan;
karena jasad sangat sangat diperlukan oleh jiwa maka harus dirawat
baik-baik. Selain hubungan jiwa dan jasad , Al-Ghazali juga mnyebutkan
bahwa hubungan dimaksud pada hakikatnya sama dengan
interaksionisme.meskipun jiwa dan jasad merupakan wujud yang berbeda,
keduanya saling mempengaruhi dan menentukan jalannya masing-masing.
Karena itu, bagi Al-Ghazali setiap perbuatan akan menimbulkan pengaruh
pada jiwa, yakni membentuk kualitas jiwa, asalkan perbuatan itu
dilakukan secara sadar.sementara perbuatan yang dilakukan secara tanpa
sadar tidak akan mempengaruhi jiwa.
2.1.2. Al Kindi menuliskan banyak karya dalam berbagai bidang, geometri,
astronomi, astrologi, aritmatika, musik(yang dibangunnya dari berbagai
prinip aritmatis), fisika, medis, psikologi, meteorologi, dan politik.
Ia membedakan antara intelek aktif dengan intelek pasif yang diaktualkan
dari bentuk intelek itu sendiri. Argumen diskursif dan tindakan
demonstratif ia anggap sebagai pengaruh dari intelek ketiga dan yang
keempat. Dalam ontologi dia mencoba mengambil parameter dari
kategori-kategori yang ada, yang ia kenalkan dalam lima bagian:
zat(materi), bentuk, gerak, tempat, waktu, yang ia sebut sebagai
substansi primer.
Al Kindi mengumpulkan berbagai karya filsafat secara ensiklopedis, yang
kemudian diselesaikan oleh Ibnu Sina (Avicenna) seabad kemudian. Ia juga
tokoh pertama yang berhadapan dengan berbagai aksi kejam dan penyiksaan
yang dilancarkan oleh para bangsawan religius-ortodoks terhadap
berbagai pemikiran yang dianggap bid'ah, dan dalam keadaan yang
sedemikian tragis (terhadap para pemikir besar Islam) al Kindi dapat
membebaskan diri dari upaya kejam para bangsawan ortodoks itu.
2.1.3. Wawasan Ibnu Khaldun terhadap beberapa prinsip-prinsip ekonomi
sangat dalam dan jauh kedepan sehingga sejumlah teori yang
dikemukakannya hampir enam abad yang lalu sampai sekarang tidak
diragukan merupakan perintis dari beberapa formula teori modern. Dunia
mendaulatnya sebagai `Bapak Sosiologi Islam’. Sebagai salah seorang
pemikir hebat dan serba bisa sepanjang masa, buah pikirnya amat
berpengaruh. Sederet pemikir Barat terkemuka, seperti Georg Wilhelm
Friedrich Hegel, Robert Flint, Arnold J Toynbee, Ernest Gellner, Franz
Rosenthal, dan Arthur Laffer mengagumi pemikirannya. Tak heran, pemikir
Arab, NJ Dawood menjulukinya sebagai negarawan, ahli hukum, sejarawan
dan sekaligus sarjana. Dialah Ibnu Khaldun, penulis buku yang melegenda,
Al-Muqaddimah.
2.1.4. Berkat telaah dan studi filsafat yang dilakukan para filosof
sebelumnya semisal Al-Kindi dan Farabi, Ibnu Sina berhasil menyusun
sistem filsafat islam yang terkoordinasi dengan rapi. Pekerjaan besar
yang dilakukan Ibnu Sina adalah menjawab berbagai persoalan filsafat
yang tak terjawab sebelumnya. Pengaruh pemikiran filsafat Ibnu Sina
seperti karya pemikiran dan telaahnya di bidang kedokteran tidak hanya
tertuju pada dunia Islam tetapi juga merambah Eropa. Albertos Magnus,
ilmuan asal Jerman dari aliran Dominique yang hidup antara tahun
1200-1280 Masehi adalah orang Eropa pertama yang menulis penjelasan
lengkap tentang filsafat Aristoteles. Ia dikenal sebagai perintis utama
pemikiran Aristoteles Kristen. Dia lah yang mengawinkan dunia Kristen
dengan pemikiran Aristoteles. Dia mengenal pandangan dan pemikiran
filosof besar Yunani itu dari buku-buku Ibnu Sina. Filsafat metafisika
Ibnu Sina adalah ringkasan dari tema-tema filosofis yang kebenarannya
diakui dua abad setelahnya oleh para pemikir Barat.
2.1.5. Menurut Ibn Rusyd tentang tujuan agamanya tidak lain hanya untuk
tujuan syari’at Islam yang sebenarnya yaitu tentang pengetahuan yang
benar dan amal perbuatan yang benar. Sedangkan tentang filsafatnya
diantaranya yang terpenting diantara problema-problema filsafat
diantaranya: tentang pengetahuan Tuhan terhadap soal-soal juziyat,
tentang terjadinya alam maujudat dan perbuatannya, tentang keazalian dan
keabadian alam, tentang gerak dan keazaliannya, dan tentang akal yang
universal dan satu.
Sedangkan tentang moral yaitu : Dalam merealisasikan kebahagiaan yang
merupakan tujuan akhir bagi manusia, diperlukan bantuan agama yang akan
meletakkan dasar-dasar keutamaan akhlak secara praktis, juga bantuan
filsafat yang mengajarkan keutamaan teoritis, untuk itu diperlukan
kemampuan berhubungan dengan akal aktif.
2.2. SARAN-SARAN
Sebagai penutup atas dasar kesimpulan diatas saran yang dapat disampaikan :
2.2.1. Sebagai bahan pemikiran bagi kita semua bahwa Islam adalah agama
besar yang telah melahirkan pemikir-pemikir besar di zamannya, maka
hendaklah dalam setiap kajian dan kupasan-kupasan ilmiah hendaknya kita
dapat merujuk kepada pemikir-pemikir Islam tersebut sebagai literatur
kita.
2.2.2. Ternyata pemikir-pemikir Islam tidak kalah dengan pemikir-pemikir
barat, bahkan pada zamannya jauh melampaui pemikir-pemikir bangsa
barat. Ini dibuktikan dari waktu kewaktu pemikir Islam masih dianggab
sebagai penggagas oleh bahwa barat, seperti Ibnu Sina, di dunia
kedokteran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar