Selasa, 19 Maret 2013

tokoh filsafat islam

1.1.1. AL- GHAZALI

Imam Al-Ghazali Lahir pada 450 H (1058 M) di desa Taberan distrik Thus, Persia, dan bernama Abu Hamid Muhammad, Gelarnya adalah "Hujjatul Islam" dan gelar wangsanya adalah Ghazzali. Nama ayahnya kurang begutu dikenal namun kakeknya adalah orang terpandang pada masanya.
Ayahnya meninggal dalam usia muda sehingga meninggalkan ia diasuh oleh ibu dan kakeknya. Ghazzali disebut-sebut sebagai nama sebuah desa distrik Thus, provinsi Khurasan, Persia. Menurut Maulana Syibli Nu'mani, leluhur Abu Hamid Muhammad mempunyai usaha pertenunan (ghazzal) dan karena itu dia melestarikan gelar keluarganya"Ghazzali"(penenun).

Pendidikannya, pada saatnya Ayahnya meninggal dunia, pendidikan kedua anaknya dipercayakan kepada salah seorang kepercayaannya. Dia memberikan keduanya pendidikan dasar lalu mengirimkan ke Maktab swasta. Kedua anak tersebut mampu menghafal al-quran dalam waktu singkat. Setelah itu mereka mulai belajar bahasa arab.
mereka kemudian dimasukan kedalam madrasah bebas [independen]. Setelah beberapa waktu Ghazzali meninggalkan kota kelahirannya untuk beberapa waktu untuk menempuh pendidikan tinggi di Zarzan dan belajar dibawah bimbingan ulama besar, Imam Abu Nashr Ismail. Ghazzali senantiasa mencatat perkuliahannya, tetapi dalam suatu peristiwa catatan tersebut ikut terbawa bawa perampok bersama barang-barangnya. Tetepi beliau memberikan diri untuk mendatangi kepala perampok untuk meminta kepada mereka catatan kuliah beliau. Alhamdulillah catatanya tersebut dikembalikan.
Kemudian beliau masuk ke Madrasah Nizamiyah di Nishapur, yang waktu itu adalah pusat pendidikan terpandang dan dipimpin oleh ulama tersohor bernama Imam Haramain, yang memiliki 400 orang murid tiga diantara muridnya menjadi ulama-ulama terkenal, Harasi, Ahmad bin Muhammad dan Ghazzali. Setelah kejadian itu Ghazzali pergi ke pusat kekhalifahan di Bagdad saat itu usia Ghazzali berumur 28 tahun.
Di Bagdad beliau diangkat menjadi Rektor madrasah Nizamiyah oleh Nizamul Mulk.
Ratusan ulama,pejabat kekhalifahan, dan bangsawan yang berkuasa menghadiri perkuliahan Imam Ghazzali yang disampaikan dengan penuh pemikiran, argumen dan alasan. kebanyakan daftar perkuliahan dicatat oleh Sayyid bin Fariz dan Ibn Lubban. keduanya mencatat sekitar 183 bahan perkuliahan yang kemudian dikumpulkan dalam Majalis-I Ghazzaliyah.
Imam Ghazzali adalah pengikut Imam Syafi'i dalam usia mudanya tetapi di Bagdad dia bergaul dengan kalangan dari berbagai mazhab fiqh, pemikiran , dan gagasan : Syi'i, Sunni, Zindiqi, Majusi, Teolog sklolastik, kristen, Yahudi, Ateis. Dan ini berpengaruh pada pemikiaran Imam Ghazali dan pada kehidupannya berubah total. Ia meninggalkan Bagdad, mengenakan pakaian sufi dan menyelinap meninggalkan Bagdad disuatu malam pada tahun 488 H.
Ia pergi ke Damaskus lalu mengasingkan diri dalam sebuah kamar mesjid dan dengan penuh kesungguhan melakukan ibadah, tafakur dan zikir. disini dia mengabiskan waktu selama dua tahun dalam kesendirian dan kesunyian. Pada usia 27 tahun, ia di tahbis oleh Pir Abu 'Ali Farnadi yang juga guru spiritual Wazir Nizamul Mulk. setelah dua tahun, dipergi ke Yerusalem dan berjiaran pada tempat kelahiran Nabi Isa As. pada tahun 499 H ia berjiarah ke tempat suci Nabi Ibrahim As dan disana dia memancangkan tiga sumpah :
1.    Tidak akan pergi ke Dardar seorang penguasa.
2.    Tidak akan menerima pemberian mereka.
3.    Tidak akan terlibat dalam suatu perdebatan agama.
Ia memegang sumpahnya hingga meninggalnya. Selanjutnya dia melakukan ibadah Haji dan mengunjungi Madinah dan tinggal di "Kota Nabi" ini cukup lama. Ketika pulang ia diminta penguasa untuk menjadi rektor Madrasah Nizamiyah, tetapi sewaktu penguasa itu terbunuh maka dia meletakan jabatannya sebagai rektor, penguasa yang baru menawarkan kembali, namun beliau menolaknya.

Dia wafat di desa asalnya, Taberan, pada 14 Jumadil Akhir 505 H bertepatan pada tanggal 9 Desember 1111 M, Ibn Jauzi menceritakan tentang kisah kematiannya. Ia berkata "pada senin dini hari menjelang subuh dia bangkit dari tempat tidurnya dan hendak menunaikan sholat Shubuh dan kemundian setelah itu menyuruh seseorang untuk membawakan kain kafan kepadanya, setelah kain itu diberikan, ia mengangkatnya tinggi hingga ke mata lalu berkata, 'perintah Tuhan di titahkan untuk di taati.' ketika mengatakan demikian ia bernafas untuk terakhir kalinya, beliau meninggalkan seorang anak perempuan."
Adapun karya-karya beliau selama hidup hampir 55 tahun dan sudah memulai menulis buku sejak usia 20 tahun. Buku yang beliau tulis hampir berjumlah 400 judul.



1.2. Biografi AL-KINDI

1.2.1. AL-KINDI

Nama lengkapnya adalah Abu Yusuf Ya’qub bin Ishaq al-Kindi. Dia lahir di Kufah, Irak, pada 801 M/185 H. Gelar al-Kindi dinisbatkan pada nama suku Kindah di wilayah Arabia Selatan. Dari suku Kindah ini pula, lahir seorang penyair besar bernama Imra`ul Qais (w. ± 540 M). Ayahnya, Ishaq, adalah gubernur Kufah di masa pemerintahan al-Mahdi (775-785) dan al-Rasyid (786-809).
Al-Kindi adalah filosof Arab pertama yang memelopori penerjemahan sekaligus mengenalkan tulisan atau karya-karya para filosof Yunani di dunia Islam, terutama pada abad pertengahan di masa pemerintahan khalifah al-Ma`mun (813-833) yang mengundangnya untuk mengajar di Baitul Hikmah. Al-Kindi hidup di masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah, mulai dari khalifah al-Amin (809-813), al-Ma`mun (813-833), al-Mu’tashim (833-842), al-Watsiq (842-847), dan al-Mutawakkil (847-861).
Al-Kindi hidup dalam atmosfer intelektualisme yang dinamis saat itu, khususnya di Baghdad dan Kufah, yang berkembang beragam disiplin ilmu pengetahuan: filsafat, geometri, astronomi, kedokteran, matematika, dan sebagainya. Al-Kindi tidak hanya dikenal sebagai penerjemah, tetapi juga menguasai beragam disiplin ilmu lainnya, seperti kedokteran, matematika, dan astronomi.

Al-Kindi berhasil mengubah sekaligus mengembangkan beberapa istilah yang menarik perhatian para filosof sesudahnya, seperti: kata al-jirm menjadi al-jism; kata at-tawahhum (imaginasi) menjadi at-takhayyul; kata at-thīnah menjadi al-māddah; dsb.
Ketika khalifah al-Mutawakkil memerintah, mazhab resmi negara (yang sebelumnya menganut mazhab/aliran Mu’tazilah) diganti menjadi Asy’ariyah. Dua orang putra Ibnu Syakir, Muhammad dan Ahmad, mencoba menghasut al-Mutawakkil dengan mengatakan bahwa orang yang mempelajari filsafat cenderung kurang hormat pada agama. Al-Mutawakkil kemudian memerintahkan agar al-Kindi didera dan perpustakaannya yang bernama Kindiyyah disita (meski kemudian dikembalikan). Al-Kindi meninggal pada 866 M/252H.

1.2.2. Ringkasan Pemikiran Filsafat.

Menurut al-Kindi, agama dan filsafat tidak mungkin bertentangan. Agama di samping sebagai wahyu juga menggunakan akal, dan filsafat juga menggunakan akal. [dari penulis] Di dalam al-Qur`an disebutkan, “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi serta pergantian malam dan siang, terdapat tanda-tanda [āyāt] bagi kaum yang berakal; yaitu mereka yang ber-dzikir dalam keadaan berdiri dan duduk dan mereka yang ber-tafakkur dalam penciptaan langit dan bumi…” (Q.S. ). Yang benar pertama (al-Haqq al-Awwal) adalah Tuhan. Dalam hal ini, filsafat juga membahas soal Tuhan dan agama. Dan filsafat paling tinggi adalah filsafat tentang Tuhan (seperti filsafat skolastik). Bagi al-Kindi, orang yang menolak filsafat bisa dianggap kafir, karena dia telah jauh dari kebenaran, meskipun dirinya menganggap paling benar.
Jika terjadi pertentangan antara nalar logika dengan dalil-dalil agama dalam al-Qur`an, mestinya ditempuh dengan jalan ta`wīl (interpretasi, kontekstualisasi, atau rasionalisasi atas teks-teks keagamaan). Hal ini karena dalam bahasa (termasuk bahaa Arab), terdapat dua makna: makna hakīkī (hakikat, esensi) dan makna majāzī (figuratif, metafora).
Namun demikian, menurut al-Kindi, memang terdapat perbedaan dari segi sumber data (informasi) antara agama dan filsafat. Agama diperoleh melalui wahyu tanpa proses belajar. Sedang filsafat diperoleh melalui proses belajar (berpikir dan berkontemplasi). Sedang dari segi pendekatan dan metode, agama dilakukan dengan pendekatan keimanan, sedang filsafat dilakukan dengan pendekatan logika.

Al-Kindi juga menyinggung soal jiwa manusia. Menurutnya, jiwa tidak tersusun, substansinya adalah ruh yang berasal dari substansi Tuhan. Dalam hal jiwa, al-Kindi lebih dekat dengan pandangan Plato yang mengatakan bahwa hubungan antara jiwa dan badan bercorak accidental (al-‘aradh). Al-Kindi berbeda dari Aristoteles yang berpendapat bahwa jiwa adalah form dari badan.

Menurut al-Kindi, jiwa memiliki 3 daya:
1) jiwa bernafsu (al-quwwah asy-syahwāniyyah);
2) jiwa memarah (al-quwwah al-ghadhabiyyah); dan
3) jiwa berakal (al-quwwah al-‘āqilah).

Selama ruh (jiwa) berada di badan, ia tidak akan menemukan kebahagiaan hakiki dan pengetahuan sempurna. Setelah bepisah dari badan dan dalam keadaan suci, ruh akan langsung pergi ke “alam kebenaran” atau “alam akal” di atas bintang-bintang, berada dilingkungan cahaya Tuhan dan dapat melihat-Nya. Di sinilah letak kesenangan hakiki ruh. Namun jika ruh itu kotor, ia akan pergi terlebih dahulu ke bulan, lalu ke Merkuri, Mars, dan seterusnya hingga Pluto; kemudian terakhir akan menetap ke dalam “alam akal” di lingkungan cahaya Tuhan. Di sanalah jiwa akan kekal abadi di bawah cahaya Tuhan. Bagi yang berbuat durhaka dan kejahatan di dunia, jiwa (ruh) manusia akan jauh dari cahaya Tuhan sehingga dia akan sengsara. Bagi manusia yang berbuat kebajikan, jiwa (ruh) yang dikandungnya dahulu ketika di bumi, akan dekat dengan cahaya Tuhan dan akan hidup bahagia di sisi-Nya.

Demikian sekilas tentang al-Kindi, filosof muslim pertama yang telah berjasa memberi tansformasi intelektual bagi umat Islam dan peradaban manusia. Semoga ringkasan ini bisa memberi ‘warna lain’ bagi pencerahan intelektual dan kedewasaan dalam berpikir, bersikap, dan berperilaku.

1.3. Biografi IBNU KHALDUN

1.3.1.  IBNU KHALDUN

Nama lengkap Ibnu Khaldun adalah Abdurrahman Abu Zaid Waliuddin bin Khaldun. Nama kecilnya Abdurrahman. Nama panggilnya Abu Zaid; gelarnya Waliuddin, dan nama populernya Ibnu Khaldun. (Ali Abdul Wahid Wafi’, 1985:5) Ibnu Khaldun dikenal dengan Ibnu Khaldun karena dihubungkan dengan garis keturunan kepada kakeknya yang kesembilan, yaitu Khalid bin Utsman, dan dia adalah orang pertama dari marga ini yang memasuki negeri Andalusia bersama para penakluk berkebangsaan Arab. Dia dikenal dengan nama Khaldun sesuai dengan kebiasaan orang-orang Andalusia dan orang-orang Maghribi, yang terbiasa menambahkan huruf wawu ( و) dan nun ( ن) di belakang nama-nama orang terkemuka sebagai penghormatan dan takzim, seperti Khalid menjadi Khaldun.
Ibnu Khaldun di lahirkan di Tunisia pada awal Ramadhan tahun 732 H, atau tepatnya pada 27 Mei 1333. Rumah tempat kelahirannya masih utuh hingga sekarang yang terletak di jalan Turbah Bay. Dalam beberapa tahun terakhir ini rumah tersebut menjadi pusat sekolah Idarah ‘Ulya, yang pada pintu masuknya terpampang sebuah batu manner berukirkan nama dan tanggal kelahiran Ibnu Khaldun.

Bani Khalduniyah di Andalusia memainkan peran yang cukup menonjol, baik dalam bidang ilmu pengetahuan maupun politik. Setelah menetap di Carmona, kemudian mereka pindah ke Sevilla, dikarenakan situasi politik di Andalusia yang mengalami kekacauan, baik karena perpecahan di kalangan Muslim maupun karena serangan pihak Kristen di Utara, maka Banu Khaldun pindah lagi ke Afiika Utara. Al- Hasan Ibn Jabir adalah nenek moyang Ibnu Khaldun yang mula-mula datang ke Afiika Utara, di mana Ceuta merupakan kota pertama kali yang mereka pijak, sebelum pindah ke Tunis pada tahun 1223. (Toto Suharto, 2003:33)
Di Tunis, di tempat barunya, Banu Khaldun tetap memainkan peran penting. Muhammad Ibn Muhammad, kakek Ibnu Khaldun, adalah seorang ‘hajib’, kepala rumah tangga istana dinasti Hafsh. la sangat dikagumi dan disegani di kalangan istana, berkali-kali Amir Abu Yahya al-Lihyani (711 H), pemimpin dinasti al-Muwahhidun yang telah menguasai bani Hafz di Tunis, menawarkan kedudukan yang lebih tinggi kepada Muhammad Ibn Muhammad, tetapi tawaran itu ditolaknya, pada akhir hayatnya, kakek Ibnu suka menekuni ilmu-ilmu keagamaan hingga wafatnya pada 1337 M.
Dari latar belakang keluarganya yang banyak bergerak dalam bidang politik dan pengetahuan seperti inilah Ibnu Khaldun dilahirkan di Tunisia pada awal Ramadhan 732 H. Menurut perhitungan para sejarawan, hal ini bertepatan dengan 27 Mei 1333 M. Kondisi keluarga seperti itu kiranya telah berperan dominan dalam membentuk kehidupan Ibnu Khaldun. Dunia politik dan ilmu pengetahuan telah begitu menyatu dalam diri Ibnu Khaldun. Ditambah lag! kecerdasan otaknya juga berperan bagi pengembangan karirnya. (Toto Suharto, 2003:34)

Secara detail perjalanan hidup Ibnu Khaldun akan dipaparkan dalam tiga fase, yaitu:

1.3.1.1. Fase pertama; Masa Pendidikan

Fase pertama ini dilalui Ibnu Khaldun di Tunis dalam jangka waktu 18 tahun, yaitu antara tahun 1332-1350 M. Seperti halnya tradisi kaum Muslim pada waktu itu, ayahnya adalah guru pertamanya yang telah mendidiknya secara tradisional, mengajarkan dasar-dasar agama Islam. Di samping ayahnya, Ibnu Khaldun juga mempelajari berbagai disiplin ilmu pengetahuan dari para gurunya di Tunis. Tunis pada waktu itu merupakan pusat para ulama dan sastrawan, tempat berkumpulnya para ulama Andalusia yang lari menuju Tunis akibat berbagai peristiwa politik. Seperti halnya Toto Suharto, menukilkan dari Fathiyah Hasan Slaiman bahwa disebutkan beberapa gurunya yang berjasa dalam perkembangan intelektualnya. Di antaranya adalah Abu Abdillah Muhrnas Ibn Sa’ad al-Anshari dan Abu al-Abbas Ahmad ibn Muhammad al-Bathani dalam qira’at; Abu Abdillah Ibn al-Qashar dalam ilmu gramatika Arab; Abu ‘Abdillah Muhammad Ibn Bahr dan Abu Abdillah Ibn Jabir al-Wadiyasyi dalam sastra; Abu Abdillah al-Jayyani dan Abu Abdillah ibn Abd al-Salam dalam ilmu fiqh; dan masih banyak lagi gurunya. Walaupun dia mempunyai banyak guru dan mempelajari berbagai disiplin ilmu, pendidikan yang diperoleh Ibnu Khaldun sangatlah mendalam dan terkesan dalam dirinya.
Dilihat dengan banyaknya disiplin ilmu yang dipelajari oleh Ibnu Khaldun pada masa mudanya, dapat diketahui bahwa beliau memiliki kecerdasan otak yang luar biasa. Hal ini menunjukkan bahwa Ibnu Khaldun adalah orang yang memiliki ambisi tinggi, yang tidak puas dengan satu disiplin ilmu saja. Pengetahuan begitu luas dan bervariasi. Hal ini merupakan kelebihan yang sekaligus juga merupakan kekurangannya.

1.3.1.2. Fase kedua; Aktifitas Politik Praktis

Fase kedua dilalui Ibnu Khaldun dalam berbagai tempat seperti di Fez, Granada, Baugie, Biskara dan lain-lain, dalam jangka waktu 32 tahun antara 1350-1382 M. Karir pertama Ibnu Khaldun dalam bidang pemerintahan adalah sebagai Sahib al-Alamah (penyimpan tanda tangan), pada pemerintahan Abu Muhammad Ibn Tafrakhtn di Tunis dalam usia 20 tahun. (Mukti Ali, 1970:17)
Awal karir ini hanya dijalani Ibnu Khaldun selama kurang lebih 2 tahun, kemudian ia berkelana menuju Biskara karena pada tahun 1352 M Tunis diserang dan dikuasai oleh Amir Abu Za’id, penguasa Konstantin sekaligus cucu Sultan Abu Yahya al-Hafsh. Pada waktu Abu Inan menjadi raja Maroko, Ibnu Khaldun mencoba mendekatinya demi mempromosikan dirinya ke posisi yang lebih tinggi. Sultan Abu Inan bahkan beliau mengangkatnya sebagai sekretaris kesultanan di Fez, Maroko. Di kota inilah Ibnu Khaldun memulai karirnya dalam dunia politik praktis, yaitu pada tahun 1354 M.
Selama 8 tahun tinggal di Fez, banyak perilakuperilaku politik yang dia lakukan. Sehingga belum lama menjabat sebagai sekretaris kesultanan, ia dicurigai oleh Abu ‘Inan sebagai pengkhianat bersama pangeran Abu ‘Abdillah Muhammad dari bani Hafsh yang berusaha melakukan satu komplotan politik. Iklim politik yang penuh intrik menyebabkan Ibnu Khaldun meninggalkan Afrika Utara dan demi karirnya sebagai politikus dan pengamat, akhirnya ia memantapkan pergi ke Spanyol dan sampai di Granada pada tanggal 26 Desember 1362 M.

Ibnu Khaldun diterima baik oleh raja Granada, Abu Abdillah Muhammad ibn Yusuf. Setahun setelah itu Ibnu Khaldun diangkat menjadi duta ke istana raja Pedro El Cruel, raja Kristen Castilla di Sevilla, sebagai seorang diplomat yang ditugaskan untuk mengadakan perjanjian perdamaian antara Granada dan Sevilla. Karena keberhasilannya, raja V memberi Ibnu Khaldun tempat dan kedudukan yang semakin penting di Granada. Hal ini menimbulkan kecemburuan di lingkungan kerajaan, akhirnya beliau memutuskan untuk kembali ke Afrika Utara.
Setelah malang-melintang dalam kehidupan politik praktis, naluri kesarjanaannya memaksanya memasuki tahapan baru dari kehidupannya yaitu ber-khalwat. Dalam masa khalwat dari tahun 1374-1378 itu, beliau menyelesaikan karya al-Muqaddimah yang populer dengan sebutan Muqadimah Ibnu Khaldun, sebuah karya yang seluruhnya berdasarkan penelitian yang baik. Pada tahun 178 M, selanjutnya beliau meninggalkan Qal’at menuju Tunis. Di Tunis beliau mendapatkan tugas menuju Makkah 24 Oktober 1382 untuk ibadah haji dan singgah di Kairo. Sampai di sini, berakhirlah petualangan Ibnu Khaldun dalam intrik-intrik politik yang kadang membuatnya menjadi seorang oportunis.
1.3.1.3. Fase ketiga: Aktivitas Akademis dan Kehakiman

Masa ini merupakan fase terakhir dari tahapan perjalanan Ibnu Khaldun, fase ini dihabiskan di Mesir kurang lebih 20 tahun antara 1382-1406 M. Tiba di Kairo, Mesir pada 06 Januari 1983. Pada masa ini dinasti Mamluk sedang berkuasa. Kemajuan peradaban dan stabilitas politik saat itu menjadikan Ibnu Khaldun lebih tertarik dan karyanya al-Muqaddimah merupakan magnum opus atau kedatangan karyanya lebih dahulu daripada pengarangnya sehingga kedatangannya disambut gembira dikalarigan akademisi, disinilah tugas barunya sebagai seorang pengajar dilakukan Ibnu Khaldun. Ibnu Khaldun memberi kuliah di lembaga-lembaga pendidikan Mesir, seperti Universitas al-Azhar, Sekolah Tinggi Hukum Qamhiyah, Sekolah Tinggi Zhahiriyyah dan sekolah tinggi Sharghat Musyiyyah.
Mata kuliah yang disampaikan adalah fiqih, hadis dan beberapa teori tentang sejarah sosiologi yang telah ditulisnya dalam Muqadimah. Selain berjuang dalam dunia akademik, Ibnu Khaldun juga melakukan kegiatan yang berkaitan dengan dunia hukum. ( Munawir Syadzali, 1993:97)

Pada tanggal 8 Agustus 1384 M, Ibnu Khaldun diangkat oleh Sultan Mesir, al-Zhahir Barqa, sebagai hakim Agung Madzab Maliki pada mahkamah Mesir, jabatan yang diemban dengan penuh antusias ini dimanfaatkan oleh Ibnu Khaldun untuk melakukan reformasi hukum. la berupaya membasmi tindak korupsi dan hal-hal yang tidak beres lainnya di Mahkamah tersebut. Akan tetapi, reformasi ini ternyata membuat orang-orang yang merasa dirugikan menjadi marah dan dengki. Mereka kemudian berusaha memfitnah Ibnu Khaldun dengan berbagai tuduhan, sehingga ia dicopot dari jabatan ini setelah satu tahun memangkunya. Fitnah yang dialamatkan kepada Ibnu Khaldun sebenarnya tidak dapat dibuktikan, tetapi ia tetap bersikeras untuk mengundurkan diri dari jabatan tersebut Pada tahun 1387 M Ibnu Khaldun melaksanakan ibadah haji kemudian dia diangkat lagi sebagai hakim agung Mahkamah Mesir oleh Sultan Mesir Nashir Faraj, putera Sultan Burquq. Pada masa ini, Ibnu Khaldun sempat berkunjung ke Damaskus dan Palestina dalam rangka mempertahankan Mesir dari serangan Mongol. Dan pertemuan selama 35 hari di Damaskus, Syria merupakan peristiwa penting terakhir bagi Ibnu Khaldun dalam perjalanan hidupnya yang penuh ketegangan, penderitaan di balik kesuksesanya. Setelah itu ia melanjutkan profesinyasebagai hakim Agung Madzab Maliki hingga wafatnya pad tanggal 16 Maret 1406 M (26 Ramadhan 808 H) dalam usia 74 tahun di Mesir, jenazahnya dimakamkan di pemakaman para sufi di luar Bab al-Nashir, Kairo. ( Munawir Syadzali, 1993:95)


1.4. Biografi IBNU SINA

1.4.1. IBNU SINA

Nama lengkap Ibnu Sina adalah Abu Ali Husain Ibn Abdillah Ibn Sina. Ia lahir pada tahun 980 M di Asfshana, suatu tempat dekat Bukhara. Orang tuanya adalah pegawai tinggi pada pemerintahan Dinasti Saman.Di Bukhara ia dibesarkan serta belajar falsafah kedokteran dan ilmu - ilmu agama Islam. Ketika usia sepuluh tahun ia telah banyak mempelajari ilmu agama Islam dan menghafal Al-Qur’an seluruhnya. Dari mutafalsir Abu Abdellah Natili, Ibnu Sina mendapat bimbingan mengenai ilmu logika yang elementer untuk mempelajari buku Isagoge dan Porphyry, Euclid dan Al-Magest-Ptolemus. Dan sesudah gurunya pindah ia mendalami ilmu agama dan metafisika, terutama dari ajaran Plato dan Arsitoteles yang murni dengan bantuan komentator - komentator dari pengarang yang otoriter dari Yunani yang sudah diterjemahkan kedalam bahasa Arab.
Dengan ketajaman otaknya ia banyak mempelajari filsafat dan cabang - cabangnya, kesungguhan yang cukup mengagumkan ini menunjukkan bahwa ketinggian otodidaknya, namun di suatu kali dia harus terpaku menunggu saat ia menyelami ilmu metafisika-nya Arisstoteles, kendati sudah 40 an kali membacanya. Baru setelah ia membaca Agradhu kitab ma waraet thabie’ah li li Aristho-nya Al-Farabi (870 - 950 M), semua persoalan mendapat jawaban dan penjelasan yang terang benderang, bagaikan dia mendapat kunci bagi segala simpanan ilmu metafisika. Maka dengan tulus ikhlas dia mengakui bahwa dia menjadi murid yang setia dari Al-Farabi
Sesudah itu ia mempelajari ilmu kedokteran pada Isa bin Yahya, seorang Masehi. Belum lagi usianya melebihi enam belas tahun, kemahirannya dalam ilmu kedokteran sudah dikenal orang, bahkan banyak orang yang berdatangan untuk berguru kepadanya. Ia tidak cukup dengan teori - teori kedokteran, tetapi juga melakukan praktek dan mengobati orang - orang sakit.Ia tidak pernah bosan atau gelisah dalam membaca buku - buku filsafat dan setiap kali menghadapi kesulitan, maka ia memohon kepada Tuhan untuk diberinya petunjuk, dan ternyata permohonannya itu tidak pernah dikecewakan. Sering - sering ia tertidur karena kepayahan membaca, maka didalam tidurnya itu dilihatnya pemecahan terhadap kesulitan - kesulitan yang dihadapinya.
Sewaktu berumur 17 tahun ia telah dikenal sebagai dokter dan atas panggilan Istana pernah mengobati pangeran Nuh Ibn Mansur sehingga pulih kembali kesehatannya. Sejak itu, Ibnu Sina mendapat sambutan baik sekali, dan dapat pula mengunjungi perpustakaan yang penuh dengan buku - buku yang sukar didapat, kemudian dibacanya dengan segala keasyikan. Karena sesuatu hal, perpustakaan tersebut terbakar, maka tuduhan orang ditimpakan kepadanya, bahwa ia sengaja membakarnya, agar orang lain tidak bisa lagi mengambil manfaat dari perpustakaan itu .Kemampuan Ibnu Sina dalam bidang filsafat dan kedokteran, kedua duanya sama beratnya. Dalam bidang kedokteran dia mempersembahkan Al-Qanun fit-Thibb-nya, dimana ilmu kedokteran modern mendapat pelajaran, sebab kitab ini selain lengkap, disusunnya secara sistematis.
Dalam bidang materia medeica, Ibnu Sina telah banyak menemukan bahan nabati baru Zanthoxyllum budrunga - dimana tumbuh - tumbuhan banayak membantu terhadap bebebrapa penyakit tertentu seperti radang selaput otak (miningitis).
Ibnu Sina pula sebagai orang pertama yang menemukan peredaran darah manusia, dimana enam ratus tahun kemudian disempurnakan oleh William Harvey. Dia pulalah yang pertama kali mengatakan bahwa bayi selama masih dalam kandungan mengambil makanannya lewat tali pusarnya.

Dia jugalah yang mula - mula mempraktekkan pembedahan penyakit - penyakit bengkak yang ganas, dan menjahitnya. Dan last but not list dia juga terkenal sebagai dokter ahli jiwa dengan cara - cara modern yang kini disebut psikoterapi.
Dibidang filsafat, Ibnu Sina dianggap sebagai imam para filosof di masanya, bahkan sebelum dan sesudahnya. Ibnu Sina otodidak dan genius orisinil yang bukan hanya dunia Islam menyanjungnya ia memang merupakan satu bintang gemerlapan memancarkan cahaya sendiri, yang bukan pinjaman sehingga Roger Bacon, filosof kenamaan dari Eropa Barat pada Abad Pertengahan menyatakan dalam Regacy of Islam-nya Alfred Gullaume; “Sebagian besar filsafat Aristoteles sedikitpun tak dapat memberi pengaruh di Barat, karena kitabnya tersembunyi entah dimana, dan sekiranya ada, sangat sukar sekali didapatnya dan sangat susah dipahami dan digemari orang karena peperangan - peperangan yang meraja lela di sebeleah Timur, sampai saatnya Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd dan juga pujangga Timur lain membuktikan kembali falsafah Aristoteles disertai dengan penerangan dan keterangan yang luas.”

Selain kepandaiannya sebagai flosof dan dokter, iapun penyair. Ilmu - ilmu pengetahuan seperti ilmu jiwa, kedokteran dan kimia ada yang ditulisnya dalam bentuk syair. Begitu pula didapati buku - buku yang dikarangnya untuk ilmu logika dengan syair.
Kebanyakan buku - bukunya telah disalin kedalam bahasa Latin. Ketika orang - orang Eropa diabad tengah, mulai mempergunakan buku - buku itu sebagai textbook, dipelbagai universitas. Oleh karena itu nama Ibnu Sina dalam abad pertengahan di Eropah sangat berpengaruh.
Dalam dunia Islam kitab - kitab Ibnu Sina terkenal, bukan saja karena kepadatan ilmunya, akan tetapi karena bahasanya yang baik dan caranya menulis sangat terang. Selain menulis dalam bahasa Arab, Ibnu Sina juga menulis dalam bahasa Persia. Buku - bukunya dalam bahasa Persia, telah diterbitkan di Teheran dalam tahun 1954.
Karya - karya Ibnu Sina yang ternama dalam lapangan Filsafat adalah As-Shifa, An-Najat dan Al Isyarat. An-Najat adalah resum dari kitab As-Shifa. Al-Isyarat, dikarangkannya kemudian, untuk ilmu tasawuf. Selain dari pada itu, ia banyak menulis karangan - karangan pendek yang dinamakan Maqallah. Kebanyakan maqallah ini ditulis ketika ia memperoleh inspirasi dalam sesuatu bentuk baru dan segera dikarangnya.
Sekalipun ia hidup dalam waktu penuh kegoncangan dan sering sibuk dengan soal negara, ia menulis sekitar dua ratus lima puluh karya. Diantaranya karya yang paling masyhur adalah “Qanun” yang merupakan ikhtisar pengobatan Islam dan diajarkan hingga kini di Timur. Buku ini dterjemahkan ke baasa Latin dan diajarkan berabad lamanya di Universita Barat. Karya keduanya adalah ensiklopedinya yang monumental “Kitab As-Syifa”. Karya ini merupakan titik puncak filsafat paripatetik dalam Islam.

Ibnu Sina dikenal di Barat dengan nama Avicena (Spanyol aven Sina) dan kemasyhurannya di dunia Barat sebagai dokter melampaui kemasyhuran sebagai Filosof, sehingga ia mereka beri gelar “the Prince of the Physicians”. Di dunia Islam ia dikenal dengan nama Al-Syaikh- al-Rais. Pemimpin utama (dari filosof - filosof).
Meskipun ia di akui sebagai seorang tokoh dalam keimanan, ibadah dan keilmuan, tetapi baginya minum – minuman keras itu boleh, selama tidak untuk memuaskan hawa nafsu. Minum – minuman keras dilarang karena bias menimbulkan permusuhan dan pertikaian, sedangkan apabila ia minum tidak demikian malah menajamkan pikiran.
Didalam al-Muniqdz min al-Dhalal, al-Ghazali bahwa Ibnu Sina pernah berjanji kepada Allah dalam salah satu wasiatnya, antara lain bahwa ia akan menghormati syari’at tidak melalaikan ibadah ruhani maupun jasmani dan tidak akan minum – minuman keras untuk memuaskan nafsu, melainkan demi kesehatan dan obta.
Kehidupan Ibnu Sina penuh dengan aktifitas -aktifitas kerja keras. Waktunya dihabiskan untuk urusan negara dan menulis, sehingga ia mempunyai sakit maag yang tidak dapat terobati. Di usia 58 tahun (428 H / 1037 M) Ibnu Sina meninggal dan dikuburkan di Hamazan.

1.5. Biografi IBNU RUSYD

1.5.1. IBNU RUSYD
Abul Wali Muhammad bin Ahmad bin Rusyd lahir di Cordova tahun 520 H. Ia berasal dari keluarga besar yang terkenal dengan keutamaannya dan mempunyai kedudukan tinggi di Andalusia, Spanyol. Ayahnya adalah seorang hakim dan neneknya yang terkenal dengan sebutan Ibnu Rusyd -Nenek- (ad-Djadd) adalah kepala hakim di Cordova.
Pada mulanya Ibnu Rusyd mendapat kedudukan yang baik dari Khalifah Abu Yusuf al-Mansur (masa kekuasaannya 1184-1194 M), sehingga pada waktu itu Ibnu Rusyd menjadi raja semua pikiran, tidak ada pendapat kecuali pendapatnya, dan tidak ada kata-kata kecuali kata-katanya. Akan tetapi, keadaan tersebut segera berubah karena ia di-persona non grata-kan oleh al-Manshur dan dikurung di suatu kampung Yahudi bersama Alisanah sebagai akibat fitnahan dan tuduhan telah keluar dari Islam yang dilancarkan oleh golongan penentang filsafat, yaitu para fuqaha masanya.Setelah beberapa orang terkemuka dapat meyakinkan al-Manshur tentang kebersihan diri Ibnu Rusyd dari fitnahan dan tuduhan tersebut, baru ia dibebaskan. Akan tetapi, tidak lama kemudian fitnahan dan tuduhan dilemparkan lagi pada dirinya, dan termakan pula. Sebagai akibatnya, kali ini ia diasingkan ke Negeri Maghribi (Maroko), buku-buku karangannya dibakar dan ilmu filsafat tidak boleh lagi dipelajari. Sejak saat itu murid-muridnya bubar dan tidak berani lagi menyebut-nyebut namanya.
1.5.2.  Karya-karya Ibnu Rusyd
Karya tulis Ibnu Rusyd yang masih dapat kita temukan adalah sebagai berikut :
1.5.2.1. Fasl al-Maqal fi ma bain al-Hikmat wa al-Syari’ah min al-Ittishal, berisikan korelasi antara agama dan filsafat.
1.5.2.2. Al-Kasyf ‘an Manahij al-Adillat fi ‘Aqa’id al-Millat, berisikan kritik terhadap metode para ahli ilmu kalam dan sufi.
1.5.2.3. Tahafut al-Tahafut, berisikan kritikan terhadap karya al-Ghazali yang berjudul Tahafut al-Falasifat
1.5.2.4. Bidayat al-Mujtahid wa Nihayat al-Muqtashid, berisikan uraian-uraian di bidang fiqh.
1.5.3. Pemikiran Ibnu Rusyd
1.5.3.1. Faktor Logika
Ibnu Rusyd adalah seorang filsuf yang lebih mementingkan akal daripada perasaan (emosi dan sentimen). Segala persoalan agama Islam baginya harus dipecahkan dengan kekuatan akal pikiran. Di dalam kitabnya, Fashul Maqal……, Ibnu Ruysd menandaskan bahwa logika harus dipakai sebagai dasar segala penilaian tentang kebenaran. Dalam mempelajari agama, orang harus belajar memikirkannya secara logika. Akan tetapi, di samping mementingkan logika itu, Ibnu Rusyd juga mengkritik pada kelemahan akal manusia sendiri dalam memecahkan masalah yang gaib dan aneh yang berhubungan dengan agama.
Mengenai tujuan agama sendiri, Ibnu Rusyd mengatakan bahwa pokok tujuan syariat Islam yang sebenarnya ialah pengetahuan yang benar dan amal perbuatan yang benar (al-ilmulhaq wal-amalul-haq).
Mengenai pengetahuan, menurut Ibnu Rusyd maksudnya untuk mengetahui dan mengerti tentang adanya Allah Ta’ala serta segala alam maujudat ini pada hakikatnya yang sebenarnya memaklumi dengan sebenarnya apa maksud syariat itu, dan mengerti pula apa sebenarnya yang dihendaki dengan pengertian kebahagiaan di akhirat (surga) dan kecelakaan di akhirat (neraka).
Maksud amal yang benar adalah mengerjakan amal perbuatan yang memberikan faedah kebahagiaan dan menjauhkan pekerjaan-pekerjaan yang akan mengakibatkan penderitaan. Mengetahui tentang amal perbuatan seperti inilah yang dinamakannya ilmu yang praktis (al-ilmul-amaliah).
1.5.3.2. Filsafat Ibnu Rusyd
Filsafat Ibnu Rusyd sangat menggemparkan dan mempengaruhi alam pikiran dunia pada waktu itu. Di dunia Islam hanya berkat kekuatan ahli sunnah yang telah dibentengi oleh al-Asy’ari dan al-Ghazali saja filsafat Ibnu Rusyd tidak dapat mempengaruhi dunia pikiran pada waktu itu. Akan tetapi, di Eropa ternyata pikiran teologi Kristen Ortodoks, Agustinisme, dan ulama-ulama skolastik Latin tidak dapat mempertahankan diri dari pengaruh “Averroisme” ini. Ternyata bagaimana banyaknya bentuk yang timbul dalam periode skolastik tinggi (1200-1300) kelak, setelah pendapat-pendapat Ibnu Rusyd dengan Aristoteles membanjiri alam pikiran Eropa.
Yang terpenting di antara problem-problem filsafat Ibnu Rusyd yang sangat menarik perhatian umum ialah :
a. Tentang pengetahuan Tuhan terhadap soal-soal Juziyat
Ibnu Rusyd mengemukakan pendapat Aristoteles yang sangat disetujuinya. Aristoteles berpendapat bahwa Tuhan tidaklah mengetahui soal-soal juziyat. Halnya sama seperti seorang kepala negara yang tidak mengetahui soal-soal kecil di daerahnya.Pendapat Aristoteles itu didasarkan atas suatu argumen sebagai berikut: Yang menggerakkan itu, yakni Tuhan al-Mukharrik, merupakan akal yang murni, bahkan merupakan akal yang setinggi-tingginya. Oleh karena itu, pengetahuan dari akal yang tinggi itu haruslah merupakan pengetahuan yang tertinggi pula agar ada persesuaian antara yang mengetahui dan yang diketahui. Dan karena itu pula tidak mungkin Tuhan mengetahui selain zat-Nya sendiri. Sebab tidak ada suatu zat lain yang sama luhurnya dengan zat Tuhan.
Sesuatu yang diketahui Tuhan menjadi sebab untuk adanya pengetahuan Tuhan. Jadi, kalau Tuhan mengetahui pula hal-hal yang kecil-kecil (juziyat), maka itu berarti bahwa pengetahuan Tuhan itu disebabkan oleh hal-hal yang kurang sempurna.
b. Tentang terjadinya alam maujudat dan perbuatannya
Ibnu Rusyd yang menarik perhatian orang ialah : Bagaimanakah terjadinya alam maujudat ini dan amal perbuatannya?
Bagi golongan agama jawabannya sudah jelas. Mereka mengatakan bahwa semua itu adalah ciptaan Tuhan. Semua benda atau peristiwa, baik besar ataupun kecil, Tuhanlah yang menciptakannya dan memeliharanya (rabbil ‘alamin), setiap saat tak pernah lupa dan tak pernah lalai.
Sebaliknya, bagi golongan filsafat menjawab persoalan itu harus ditinjau dari dengan akal pikiran. Di antara mereka ada yang menyimpulkan bahwa materi itu azali, tanpa permulaan terjadinya. Dan perubahan materi itu menjadi benda-benda lain yang beraneka macam terdapat di dalam kekuatan yang ada di dalam maksud itu sendiri secara otomatis. Artinya tidak langsung dari Tuhan.
c. Tentang keazalian dan keabadian alam
Ibnu Rusyd mengemukakan bahwa alam ini azali tanpa permulaan. Dengan demikian berarti bahwa bagi Ibnu Rusyd ada dua hal yang azali, yaitu Tuhan dan alam kita ini. Hanya saja bagi Ibnu Rusyd keazalian Tuhan itu berbeda dari keazalian alam, sebab keazalian Tuhan lebih utama dari keazalian alam.
d. Tentang gerak dan keazalianya
Ibnu Rusyd mengatakan bahwa meskipun Tuhan adalah sebab atau penggerak yang pertama, Dia hanyalah menciptakan gerakan pada akal yang pertama saja, sedangkan gerakan-gerakannya selanjutnya (peristiwa-peristiwa di dunia ini) disebabkan oleh akal-akal selanjutnya. Dengan demikian, menurut Ibnu Rusyd, tidaklah dapat dikatakan adanya pimpinan langsung dari Tuhan terhadap peristiwa-peristiwa di dunia.
e. Tentang akal yang universal dan satu
Menurut Ibnu Rusyd, akal itu (seperti yang dimaksud oleh al-Farabi dan Ibnu Sina) adalah satu dan universal. Maksudnya bukan saja “akal yang aktif” (active intellect, al-aqlul fa’al) adalah esa dan universal, tetapi juga “akal kemungkinan”, yakni akal reseptif (al-qalu bil-quwwah), adalah esa dan universal, sama dan satu bagi semua orang.
1.5.4. Tentang Moral
Ibn Rusyd membenarkan teori Plato bahwa manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan kerjasama untuk memenuhi keperluan hidup dan mencapai kebahagiaan. Dalam merealisasikan kebahagiaan yang merupakan tujuan akhir bagi manusia, diperlukan bantuan agama yang akan meletakkan dasar-dasar keutamaan akhlak secara praktis, juga bantuan filsafat yang mengajarkan keutamaan teoritis, untuk itu diperlukan kemampuan berhubungan dengan akal aktif.
BAB II. KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN
2.1. KESIMPULAN
2.1.1. Menurut Al-Ghazali hubungan jiwa dan jasad dari segi moral adalah, setiap jiwa diberi jasad, sehingga dengan bantuannya jiwa bisa mendapatkan bekal bagi hidup kekalnya.jiwa merupakan inti hakiki manusia dan jasad hanyalah alat baginya untuk mencari bekal dan kesempurnaan; karena jasad sangat sangat diperlukan oleh jiwa maka harus dirawat baik-baik. Selain hubungan jiwa dan jasad , Al-Ghazali juga mnyebutkan bahwa hubungan dimaksud pada hakikatnya sama dengan interaksionisme.meskipun jiwa dan jasad merupakan wujud yang berbeda, keduanya saling mempengaruhi dan menentukan jalannya masing-masing. Karena itu, bagi Al-Ghazali setiap perbuatan akan menimbulkan pengaruh pada jiwa, yakni membentuk kualitas jiwa, asalkan perbuatan itu dilakukan secara sadar.sementara perbuatan yang dilakukan secara tanpa sadar tidak akan mempengaruhi jiwa.
2.1.2. Al Kindi menuliskan banyak karya dalam berbagai bidang, geometri, astronomi, astrologi, aritmatika, musik(yang dibangunnya dari berbagai prinip aritmatis), fisika, medis, psikologi, meteorologi, dan politik. Ia membedakan antara intelek aktif dengan intelek pasif yang diaktualkan dari bentuk intelek itu sendiri. Argumen diskursif dan tindakan demonstratif ia anggap sebagai pengaruh dari intelek ketiga dan yang keempat. Dalam ontologi dia mencoba mengambil parameter dari kategori-kategori yang ada, yang ia kenalkan dalam lima bagian: zat(materi), bentuk, gerak, tempat, waktu, yang ia sebut sebagai substansi primer.
Al Kindi mengumpulkan berbagai karya filsafat secara ensiklopedis, yang kemudian diselesaikan oleh Ibnu Sina (Avicenna) seabad kemudian. Ia juga tokoh pertama yang berhadapan dengan berbagai aksi kejam dan penyiksaan yang dilancarkan oleh para bangsawan religius-ortodoks terhadap berbagai pemikiran yang dianggap bid'ah, dan dalam keadaan yang sedemikian tragis (terhadap para pemikir besar Islam) al Kindi dapat membebaskan diri dari upaya kejam para bangsawan ortodoks itu.
2.1.3. Wawasan Ibnu Khaldun terhadap beberapa prinsip-prinsip ekonomi sangat dalam dan jauh kedepan sehingga sejumlah teori yang dikemukakannya hampir enam abad yang lalu sampai sekarang tidak diragukan merupakan perintis dari beberapa formula teori modern. Dunia mendaulatnya sebagai `Bapak Sosiologi Islam’. Sebagai salah seorang pemikir hebat dan serba bisa sepanjang masa, buah pikirnya amat berpengaruh. Sederet pemikir Barat terkemuka, seperti Georg Wilhelm Friedrich Hegel, Robert Flint, Arnold J Toynbee, Ernest Gellner, Franz Rosenthal, dan Arthur Laffer mengagumi pemikirannya. Tak heran, pemikir Arab, NJ Dawood menjulukinya sebagai negarawan, ahli hukum, sejarawan dan sekaligus sarjana. Dialah Ibnu Khaldun, penulis buku yang melegenda, Al-Muqaddimah.
2.1.4. Berkat telaah dan studi filsafat yang dilakukan para filosof sebelumnya semisal Al-Kindi dan Farabi, Ibnu Sina berhasil menyusun sistem filsafat islam yang terkoordinasi dengan rapi. Pekerjaan besar yang dilakukan Ibnu Sina adalah menjawab berbagai persoalan filsafat yang tak terjawab sebelumnya. Pengaruh pemikiran filsafat Ibnu Sina seperti karya pemikiran dan telaahnya di bidang kedokteran tidak hanya tertuju pada dunia Islam tetapi juga merambah Eropa. Albertos Magnus, ilmuan asal Jerman dari aliran Dominique yang hidup antara tahun 1200-1280 Masehi adalah orang Eropa pertama yang menulis penjelasan lengkap tentang filsafat Aristoteles. Ia dikenal sebagai perintis utama pemikiran Aristoteles Kristen. Dia lah yang mengawinkan dunia Kristen dengan pemikiran Aristoteles. Dia mengenal pandangan dan pemikiran filosof besar Yunani itu dari buku-buku Ibnu Sina. Filsafat metafisika Ibnu Sina adalah ringkasan dari tema-tema filosofis yang kebenarannya diakui dua abad setelahnya oleh para pemikir Barat.
2.1.5. Menurut Ibn Rusyd tentang tujuan agamanya tidak lain hanya untuk tujuan syari’at Islam yang sebenarnya yaitu tentang pengetahuan yang benar dan amal perbuatan yang benar. Sedangkan tentang filsafatnya diantaranya yang terpenting diantara problema-problema filsafat diantaranya: tentang pengetahuan Tuhan terhadap soal-soal juziyat, tentang terjadinya alam maujudat dan perbuatannya, tentang keazalian dan keabadian alam, tentang gerak dan keazaliannya, dan tentang akal yang universal dan satu.
Sedangkan tentang moral yaitu : Dalam merealisasikan kebahagiaan yang merupakan tujuan akhir bagi manusia, diperlukan bantuan agama yang akan meletakkan dasar-dasar keutamaan akhlak secara praktis, juga bantuan filsafat yang mengajarkan keutamaan teoritis, untuk itu diperlukan kemampuan berhubungan dengan akal aktif.
2.2. SARAN-SARAN
Sebagai penutup atas dasar kesimpulan diatas saran yang dapat disampaikan :
2.2.1. Sebagai bahan pemikiran bagi kita semua bahwa Islam adalah agama besar yang telah melahirkan pemikir-pemikir besar di zamannya, maka hendaklah dalam setiap kajian dan kupasan-kupasan ilmiah hendaknya kita dapat merujuk kepada pemikir-pemikir Islam tersebut sebagai literatur kita.
2.2.2. Ternyata pemikir-pemikir Islam tidak kalah dengan pemikir-pemikir barat, bahkan pada zamannya jauh melampaui pemikir-pemikir bangsa barat. Ini dibuktikan dari waktu kewaktu pemikir Islam masih dianggab sebagai penggagas oleh bahwa barat, seperti Ibnu Sina, di dunia kedokteran.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar